Pencatatan Kematian Penduduk yang Tidak Terdaftar dalam KK dan Database Kependudukan

Jakarta – Pencatatan kematian merupakan salah satu peristiwa penting dalam administrasi kependudukan (Adminduk). Pencatatan kematian merupakan salah satu peristiwa yang menentukan jumlah penduduk dan sekaligus berfungsi untuk memperbarui status penduduk yang telah meninggal dunia dalam database kependudukan melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

Pada saat ini, masih banyak kematian penduduk yang tidak segera dilaporkan ke Dinas Dukcapil. Bahkan masih banyak kematian penduduk yang terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu, namun baru dilaporkan sekarang. Sebagian besar kematian penduduk tersebut sudah tidak terdaftar lagi dalam KK dan database kependudukan.

Bagaimana jika penduduk yang telah meninggal dunia sudah tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK) atau database kependudukan?

Berdasarkan ketentuan Pasal 65 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 diatur bahwa pencatatan kematian penduduk yang tidak lagi terdaftar dalam KK dan database kependudukan dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Proses ini dimulai dengan pengajuan permohonan kepada pengadilan negeri oleh pihak keluarga. Namun dalam praktek, hal ini dianggap sulit dan memberatkan penduduk.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan akta kematian penduduk yang sudah lama terjadi, sudah tidak terdaftar lagi dalam KK dan database kependudukan, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil mengeluarkan kebijakan mengenai pencatatan kematian. Kebijakan tersebut tertuang dalam surat jawaban Dirjen Dukcapil kepada beberapa Kepala Dinas Dukcapil.

Kebijakan lebih dipertegas lagi melalui Surat Dirjen Dukcapil kepada Kepala Dinas Dukcapil seluruh Indonesia tanggal 7 Oktober 2024 perihal Pencatatan Kematian.

Berdasarkan surat tersebut, maka pencatatan kematian penduduk yang tidak lagi terdaftar KK dan database kependudukan dapat juga dilakukan tanpa penetapan pengadilan. Dengan ketentuan harus memenuhi 3 persyaratan, yaitu:

  1. Adanya dokumen pendukung dari yang meninggal, misalnya buku nikah/akta perkawinan, KK atau KTP lama, ijazah, paspor;
  2. Surat kematian dari kepala desa/lurah; dan
  3. Pemohon membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) kebenaran data kematian disertai 2 orang saksi.

Dengan dilakukannya pencatatan kematian, maka akta kematian yang diterbitkan menjadi bukti hukum yang autentik atas peristiwa kematian seseorang, sehingga dapat digunakan untuk berbagai kepenting misalnya pengurusan asuransi, warisan, utang piutang dan perbankan.

Sumber: https://dukcapil.kemendagri.go.id