Jakarta – Dalam konteks hukum keluarga, istilah pengangkatan anak, pengakuan anak, dan pengesahan anak seringkali digunakan secara bergantian. Padahal, ketiga istilah ini memiliki arti dan implikasi hukum yang berbeda.
Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami perbedaan di antara ketiganya untuk menghindari kesalahpahaman, dan memastikan bahwa hak-hak anak terpenuhi dengan baik.
Dari 20 jenis dokumen kependudukan, ada dokumen yang disebut Surat Pengangkatan Anak, Akta Pengakuan Anak dan Akta Pengesahan Anak. Dokumen-dokumen ini berkaitan dengan pencatatan peristiwa penting penduduk yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2006 jo UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
“Peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan,” bunyi Pasal 1 Ayat (17) UU tersebut.
Menurut Pasal 47 Ayat (1), yang dimaksud dengan “pengangkatan anak” adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Pencatatan pengangkatan anak wajib dilaporkan penduduk bersangkutan kepada instansi pelaksana yang menerbitkan kutipan Akta Kelahiran paling lambat 30 hari setelah diterimanya salinan penetapan pengadilan.
Sedangkan “pengakuan anak” adalah tindakan hukum di mana seorang ayah biologis mengakui seorang anak yang lahir di luar pernikahan sebagai anaknya. Dengan pengakuan ini, anak tersebut memperoleh hak-hak yang sama seperti anak sah dari pernikahan, seperti hak waris dan hak untuk mendapatkan nama keluarga dari ayah biologisnya.
Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada instansi pelaksana yakni kantor Disdukcapil setempat, paling lambat 30 hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
Selanjutnya, “pengesahan anak” terjadi ketika seorang anak yang lahir di luar pernikahan diakui dan kemudian disahkan oleh orang tuanya, biasanya setelah orang tua tersebut menikah.
Dengan pengesahan ini, anak tersebut secara hukum dianggap sebagai anak sah dari pernikahan tersebut. Pengesahan anak memiliki konsekuensi hukum yang mirip dengan pengangkatan anak, di mana anak yang disahkan mendapatkan status hukum yang sama dengan anak yang lahir dalam pernikahan.
Selaras dengan Pasal 50 Ayat (1), yang dimaksud dengan “pengesahan anak” merupakan pengesahan status seorang anak yang lahir dari perkawinan yang sah menurut hukum agama, pada saat pencatatan perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara.
Pengesahan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara.
Direktur Dafdukcapil Akhmad Sudirman Tavipiyono dalam kaitan ini mengatakan, memahami perbedaan antara pengangkatan anak, pengakuan anak, dan pengesahan anak sangat penting, agar setiap proses hukum yang melibatkan anak dapat dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dan teliti dalam menangani masalah-masalah ini untuk melindungi hak-hak anak serta memastikan kesejahteraan mereka,” kata Direktur Tavip.
Sumber: https://dukcapil.kemendagri.go.id