
Jakarta – Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mengimbau pasangan yang menikah secara siri untuk segera melegalkan status perkawinannya melalui mekanisme resmi.
Direktur Jenderal Dukcapil, Teguh Setyabudi, menyatakan bahwa pernikahan siri yang sah menurut agama belum diakui oleh negara, apabila tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Dukcapil.
“Pernikahan yang tidak dicatatkan dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti hilangnya hak-hak hukum istri dan anak, termasuk hak waris, nafkah, serta kendala dalam pengurusan akta kelahiran,” ujar Teguh di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Menurutnya, legalisasi nikah siri dapat dilakukan melalui isbat nikah di Pengadilan Agama. Putusan isbat tersebut menjadi dasar pencatatan perkawinan di KUA dan Dukcapil.
Setelah tercatat, pasangan akan memperoleh dokumen resmi seperti Akta Nikah, Kartu Keluarga (KK), dan KTP-el dengan status yang sesuai.
Sebagai alternatif, pasangan juga dapat mencatatkan status “kawin belum tercatat” dalam Kartu Keluarga dengan melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dan disaksikan oleh dua orang saksi. Namun, Teguh tetap mendorong legalisasi melalui isbat nikah demi kepastian hukum.
Dasar hukum pencatatan perkawinan diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Selanjutnya pada Pasal 34 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 24 Tahun 2013, yaitu: “Perkawinan yang sah menurut hukum agama dan kepercayaannya wajib dilaporkan kepada instansi pelaksana untuk dicatatkan dalam register akta perkawinan.”
Dirjen Teguh menyatakan, Ditjen Dukcapil menyatakan komitmennya untuk terus mensosialisasikan pentingnya pencatatan perkawinan sebagai bagian dari tertib administrasi dan perlindungan hukum bagi warga negara.
Sumber: https://dukcapil.kemendagri.go.id